Just be Friend


 Hai..
Namaku Rachel Yukihime, pangil saja Rachel.
Aku keturunan Indo-Japan, Ayahku dari Bandung sedangkan Ibuku dari Nagoya.
Kini aku sudah duduk di kelas 11 di salah satu SMA favorit di kotaku ini.


“pagi hel, kok cemberut saja” ucap hani sahabat dekatku.


“ia..” singkatku.

“tumben merengut, kenapa nih? Belum sarapan ya? Yuk kita ke kantin”

“tapi uang jajanku ketinggalan di rumah”

“oh.. jadi karena itu toh? Haha, ya sudah aku traktir deh!” ucapnya membuatku senang

“yups!”

“tapi aku taruh tas ku dulu..” tapi Hani malah menarikku dengan paksa.


Mau tak mau aku ke kantin dengan membawa tas.
Di kantin aku di traktir oleh Hani pagi itu hingga sampai Hani menanyakan sesuatu padaku.


“hel, tugas mr.Andhi sudah belum?” bisiknya

“OMG! Aku lupa.. gimana nih?” aku jadi panik sendiri dan langsung lari ke kelas meninggalkan Hani yang saih minum di kantin.

Baru 5 menit aku masuk ke kelas mr.Andhi sudah mengetuk pintu kelas dan langsung duduk di kursinya.


“pagi anak anak..” ucap mr. Andhi sembari mengatur letak kaca matanya yang agak melorot.


“pagi Mister Andhi..” ucap murid serentak.

“hayo.. tugas minggu lalu sudah di kerjain belum? Yang belum sini maju kedepan” ucap mr.Andhi dengan mukanya yang lucu namun menyeramkan di hatinya, diikuti dengan perutnya yang gendut. Lengkaplah penampilannya seperti badut, namun mematikan.


Setelah mr.Andhi mengatakan itu semua murid celingukan mencari cari siapa yang belum mengerjakan.


“ya ampun.. tugasnya belum di kerjain lagi, duh gimana ya..?” gumamku dalam hati dengan gelagak gelisah.


“Rachel! Apa kamu sudah mengerjakan tugasmu?” ucap mr.Andhi.
“nga-“ belum sempat aku menjawab.

Seorang anak laki laki menaruh bukunya di mejaku. Anak laki laki itu berjalan santai ke arah mr.Andhi.

Aku sangat terkejut akan hal itu.


“saya yang belum mengerjakannya , pak” ucap anak laki laki dengan menundukan kepalanya.

Ku lihat buku yang ia taruh di mejaku, ternyata tugasnya sudah selesai ia kerjakan.


“nah siapa lagi yang belum?!” mr.Andhi mulai berbicara dengan nada keras.


Namun sayangnya anak laki laki itu saja yang berdiri di depan. Dan akhirnya anak  itulah satu satunya yang di hukum oleh mr.Andhi.


Semua anak anak menertawainya,kecuali aku.

Saat jam istirahat tiba, aku lihat anak itu masih menjalani tugasnya untuk memotong 
rumput di taman sekolah.


Aku yang melihatnya kasihan namun karena faktor teman temanku yang sangat tidak perduli jadi aku anggap saja anak laki laki itu hanya teman biasa bagiku, dan melupakan jasanya.


3 bulan berlalu sejak kejadian hari itu dan kini aku sudah mengetahui nama anak laki laki itu, yup! Namanya Daniel Alucard.
Seorang anak laki laki berkacamata dengan gaya rambut berantakannya.


Daniel duduk 2 kursi di belakangku. Dia anak yang cukup pintar dalam bidang komputer, tak jarang ketika laptopku bermasalah, aku selalu meminta bantuannya meskipun Cuma aku beri ucapan terimakasih, aku lihat dia sangat suka dengan itu, dan aku pikir itu cukup.


Suatu hari saat aku sedang di kantin dan berpas pasan dengan dia, aku menggodanya supaya aku di traktir jus buah, di luar dugaanku. Dia sangat baik. Dia mau menraktirku minum jus walau kami masih baru saling kenal.


“Niel, ini kembaliannya”

“eh, gak usah untuk kamu aja” ucapnya dengan lembut kepadaku.
Hari terus berjalan berganti bulan.

Aku kini sedang jatuh hati pada seseorang, dia lelaki yang tampan, manis, di gemari banyak anak perempuan di sekolah, dan satu hal lagi, dia siswa populer di sekolah.

Ah.. setiap kali aku bertemu dengannya aku selalu merasa deg degan di tambah lagi dia anak yang santun dalam bercakap.

Bahkan aku sendiri sering mengobrol dengan dia, dia adalah kakak kelasku.

Rio Alexander.

Aku sangat menggilainya bahkan aku sering berteriak memanggil namanya dari pinggir lapangan ketia ia sedang berolahraga. Hingga aku di cap sebagai anak Caper atau anak yang suka cari perhatian, namun aku abaikan itu, yang penting aku suka dengan dia, dia yang populer di sekolah itu.

Hingga suatu malam saat aku sedang membayangkan dirinya sambil tiduran di kamar, tiba tiba hpku bergetar.


“semoga itu pesan dari Rio” ucapku sambil senyum senyum sendiri.
Ternyata sebuah pesan dari Daniel yang hanya mengucapkan

‘selamat malam.. jangan lupa berdoa ya kalo mau tidur’


“sial, kirain dari Rio” aku hanya membaca pesan itu dan tidak ku balas sama sekali.


Keesokan paginya aku lihat ada yang berbeda dengan Daniel setiap di dekatku, namun tidak jika ia di dekat gadis lain.


Yang aku tahu, biasanya jika seseorang bertingkah seperti itu menandakan bahwa ia sedang suka sama kita, ataupun seseorang.


“masa sih dia suka sama aku? Hii” membayangkannya saja membuatku enek


Namun sikapku selalu kututupi jika aku sedang berbicara ataupun dekat dengan Daniel.


Beberapa hari kemudian, saat jam istirahat aku melihat Daniel sedang sendirian di koridor depan kelas dengan memegang kartu remi yang bernama ‘AS’ di tangannya.
Ia memandangi kartu remi itu dan sesekali ia mengangkat dengan di selipkan di antara jari telunjuk dan jari tengah dan memandanginya.


“dasar aneh” gumamku dalam hati.

Kemudian ada ide iseng yang membisikiku.

Aku menghampiri Daniel dan merebut kartu itu, damun dia mencoba mengambilnya kembali dariku


“eh.. hel, kembalikan kartu ku!” ucap anak itu yang terlihat cupu


“ahaha.. ambil sendiri kalo mau” ucapku sembari memainkannya

Namun akhirnya dia menyerah juga, dia cemberut sembari menatap awan di langit yang sedang cerah itu.


“hehe, nyerah nih ye..” ucapku sambil mengulurkan lidahku.

“jelek ah” ucapnya cemberut.

“emang ini kartu buat apa sih? Kok sampe sebegitunya? Aku dari tadi liatin kamu loh dari belakang..” godaku.

“ah masa sih?” sembari menutup wajahnya.

“eh.. sebenernya sih itu Cuma kartu biasa kok.. beneran” lanjutnya dengan nada gugup.
kemudian aku mendekatkan wajahku ke depan wajahnya.

“serius?”
Wajah Daniel memerah dan menjauh dariku.

“beneran..” ucapnya malu

“oh.. ya udah kalo kartu biasa sih.. aku robek aja” kemudian aku merobeknya menjadi 

2 dan robekan itu tepat di antara potongan gambar hati.


“eh tapi..” ucapannya tertahan.


“yah maaf, tapi udah terlanjur sobek” kemudian aku melemparkan potongan kartu itu kedepan mukanya dan pergi meninggalkannya.


3 hari setelah kejadian itu aku mengetahui bahwa Daniel memiliki perasaan padaku, namun karena aku sangat tidak menyukainya aku tutupi dengan berbagai cara agar 
Daniel tidak tersinggung, bahkan aku bernah bertanya padanya saat jam istirahat, ketika ia sedang duduk sendiri sambil membaca buku di taman.


“Niel, serius kamu suka sama aku?” tanyaku manja sambil menatap matanya


“eh.. anu..” ucap Daniel gugup dengan pipinya memerah


“ya.. kan kalo suka boleh sama siapa saja, termasuk..” ucapnya sambil menutupi sebagian wajahnya dengan buku pelajaran yang sedang ia bawa


“termasuk? Sama aku?” aku mendekatkan wajaku pada wajah Daniel
Wajah Daniel saat itu memerah malu dan ia langsung menutupi sepenuh wajahnya dengan buku itu.


“haha.. kan kita Cuma temenan aja.. gak lebih kali Niel” ucapku gengsi di ikuti perasaanku senang karena telah mengeluarkan isi hatiku.

Kemudian Daniel membuka wajahnya sambil mengangguk kecil.

Setelah mengetahui jawaban itu, aku langsung pergi meninggalkan Daniel sendirian.

Entah kenapa semenjak kejadian itu Daniel malah semakin baik padaku. Dia pernah memberiku minuman saat yang lain pergi menjauh dariku, dan bahkan dia pernah di hajar oleh preman yang menggangguku di jalanan hingga ia tidak masuk 1 pekan karena itu.


“siapa perduli? Suruh siapa dia menolongku” ucapku dalam hati.

Hingga suatu malam di liburan akhir semester dia spam di salah satu beranda media 
sosialku.


Dia mengirimi banyak chat padaku, aku hanya membacanya saja tampa pernah aku membalasnya. ‘ngapain sih nih anak, ganggu orang aja’ gumamku sendiri.

Jika aku di tanya pilih Rio atau Daniel ya jelas aku pilih Rio lah.. kan dia populer di sekolah, masa ia aku milih anak yang tidak populer di sekolah? Haha


Namun, bukannya jera dia malah semakin menjadi jadi. Hingga aku putuskan aku mengubah fotoku menjadi foto berdua dengan Rio agar dia berfikir bahwa aku sudah punya orang lain, malah dia komen dan berkata memuji.


Hingga akhirnya aku menyerah dan membalas chatnya di media sosial, ternyata Daniel anaknya enak di ajak Chatting juga yah, tidak seperti Rio yang sikapnya dingin kepadaku belakangan ini,

‘huh, sudah punya cewek sih’ gerutuku dalam hati.

Hingga akhirnya dunia berbalik, kini aku menyimpan sebuah rasa pada Daniel dan rasanya ingin cepat cepat masuk sekolah dan bertemu dengan Daniel dan ingin aku ungkapkan perasaanku padanya. Persetan meskipun dia terlihat cupu namun hatinya sangat baik untukku dan orang orang di sekitarnya.


Tanggal 1 Desember.

Waktu sekolah pun tiba dan aku merasa senang sekali ingin berjumpa dengan Daniel, namun sayagnya di hari pertama dia tidak masuk sekolah.

Dan di jam terkahir di pelajaran mom Diana dan kebetulan beliau dalah walikelas kami, beliau mengumumkan bahwa kita telah kehilangan salah seorang teman terdekat kita, Daniel Alucard telah pergi mendahului kita.

Sontak jantungku berasa seperti berhenti berdegup. Seakan tidak percaya bahwa Daniel yang aku kenal sudah mendahuluiku.


Sepulang sekolah kami sekelas mengunjungi rumah Daniel. Rumah kecil namun tersusun rapih dan enak di pandang itu kini memancarkan aura dingin yang berbeda.
Isak tangis masih terdengar dari sang adik. Setelah di ketahui ternyata Daniel wafat karena penyakit paru parunya yang sudah kronis. Semua teman temanku dan mom Diana menangis terharu di hadapan foto Daniel.


Hingga saat pengunjungan selesai, saat teman teman dan mom Diana pulang ke rumahnya masing masing, adik Daniel menahan tangan kiriku mengisyaratkan ada yang ingin ia sampaikan.


Novi, nama adik Daniel yang berusia 13 tahun itu memberikan sebuah buku harian Daniel dan sekotak kado berukuran 5x5 cm.


“pesan kak daniel sebelum wafat.. hiks.. jika aku bertemu dengan kakak, aku harus memberikan ini .. hiks..” ucapnya sambil masih menahan tangis ketika mengingat kakaknya.


Aku terharu melihat kotak hadiah kecil ini. Di bawah kotak itu tertulis namaku dan ternyata Daniel sudah mempersiapkan kado ulangtahun untukku yang akan tiba beberapa hari lagi. Aku sangat terharu melihatnya, di tambah lagi setelah aku membaca buku hariannya yang ternyata dia mengidap penyakin paru paru.


Dan di beberapa lembar terakhir namaku banyak tertulis di catatan itu. Ternyata dia sangat amat menyukaiku, sayangnya aku malah mengabaikannya begitu saja.

Kemudian aku membuka kotak hadiah itu dan ternyata sebuah kalung yang aku inginkan sejak dahulu beserta surat isi hatinya untukku.



“kak.. hiks..” Novi menahan tangisnya dan ingin mengatakan sesuatu padaku.


“sebetulnya kak Daniel wafat tanggal 20 November dan semua akun sosial medianya tidak ada yang tahu, bahkan laptop,hp hingga komputernyapun ia kunci” ucapnya menahan tangis.

aku sontak terkejut mendengarnya.


“tanggal 20? Ta-tapi.. yang ngechat denganku dari tanggal 21-27 itu siapa?” gumamku dalam hati.


“kak? Kok melamun?” ucap Novi dengan polosnya mengusap airmataku.


“eh.. gak.. gak apa? Kakak pulang dulu ya” aku melambaikan tangan ke Novi dan Novipun melakukan hal yang asma denganku dengan wajah sedih.



Dan saat itu pula aku bingung, apakah aku harus sedih, atau harus takut.



-FN

0 Response to "Just be Friend"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel