Who Me (part 4)

Semalaman kami menyusuri sungai yang entah di mana ujungnya,karena aku mulai letih dan kedinginan, aku mengusulkan untuk menepi dan istirahat sejenak.
"kita sudah jauh dari lapas,lebih baik kita istirahat dari pada memaksakan diri, aku lihat bibirmu juga sudah mulai membeku" ucapku dan di iya kan oleh Rafi.
kami merebahkan diri di sebuah hamparan rumput yang cukup luas sejauh mata memandang di malam hari di tepi sungai.

Rafi melepaskan pakaiannya, aku pun mengikutinya dan kami hanya memakai dalaman saja. Aku kira Rafi itu orang yang bodoh dan hanya melakukan kekerasan saja tapi ternyata dia jauh lebih pintar dari perkiraanku, dia dapat menyalakan api dari beberapa ranting kayu dan rumput.Tubuh kami jadi tidak terlalu sedingin tadi, akhirnya aku dan dia perlahan mulai terlelap di dinginnya malam.


Keesokan harinya aku mulai terbangun karena nyanyian burung yang membuatku jengkel,cahaya matahari menembus mataku dan aku mulai bangun, api sudah padam dan tak menyisakan asap sedikitpun,aku mulai menyadari sesuatu yang ganjil.

"Rafi!" aku berteriak sendiri di hamparan rumput.
ternyata Rafi sudah bangun terlebih dahulu dan pergi meninggalkanku, dans aat aku ingin mengambil pakaianku, ternyata aku hanya di sisakan celana miliku saja.

"kamvret! lu raf" gramku dalam hati.

Aku memakai celanaku dan mulai berdiri di antara rumput rumput tinggi yang menghalangi pandangan saat aku duduk, suasana di sini seperti di sebuah pinggiran kota kecil yang ada jembatan kayu untuk menyebrang ke desa sebelahnya, aku pikir sih seperti itu.

Aku mulai berjalan menuju desa pinggiran kota itu sambil terus memikirkan kemana Rafi dan mengapa dia pergi meninggalkanku.
aku perkirakan kota kecil itu hanya berjarak 500 sampai 1 kilometer saja dari tempatku ini.

Perutku mulai berdemo untuk di isi makanan,aku menahannya sampai akhirnya aku tiba di desa pinggiran kota itu,aku melihat banyak anak anak yang berlarian dengan penuh tawa,dan suasana di situ sangat terlihat nyaman dan tentram, namun semua akan berubah jika aku hadir, pikirku sambil sedikit mengikik jahat.

Aku mulai menelusuri kota kecil ini,aku di pandangi oleh setiap orang yang aku lewati, pandanganku mulai meredup dan kepalaku mulai berat akibat aku belum makan dari beberapa hari yang lalu,kakiku terasa sangat lemas seakan tak berdaya memopang tubuh yang ku rasa mulai jadi kurus ini, aku jatuh di antara orang orang yang memandangku dengan aneh,sebelum benar benar menutup mataku, aku melihat seorang gadis mendatangiku dan duduk di depanku, dia menatapku dengan tatapan aneh, mataku langsung berat dan pandangan mulai gelap.

Perlahan aku mulai membuka mataku,aku sangat bingung aku ada dimana, orang yang pertama aku lihat dia memakai pakaian serba putih, tapi dia bukan pocong atau sejenisnya,aku mulai sadar ternyata ia adalah dokter.


"sudah siuman kau?" tanya dia

"belum, pake tanya lagi lu"

"sebentar, aku akan panggil seseorang yang sudah membawamu kemari"

"jadi ada yang membawaku ya?" aku kebingunga.

"kagak, seminggu yang lalu lu jalan sendiri ke mari" bals dokter itu

"ya sudah, aku panggil dulu orangnya kemari, barangkali kau kenal dia" lanjut dokter itu kemudian dia keluar dari ruanganku.

tak lama dokter itu kembali sambil membawa sorang gadis berkacamata dengan rambutnya di ikat dua ke belakang.

"um.. hey, kau sudah siuman" ucap gadis itu.

"bacot lu!" balasku

"weh anak pe'a, udah di bawa ke sini sama dia, bukannya trimakasih malah sewot" hentak dokter itu padaku.

"iye iye, makasih ye udah bawa ane ke mari"

"nah gitu, ya sudah saya tinggal dulu" uca dokter itu.

"sono lu!" balasku.
dokter itu malah membanting pintu.

"sudah berapa lama aku di sini?" tanyku

"kau sudah 1 minggu di sini" balasnya dengan lembut atapi malu malu.

"1 minggu!?"

"iya"

"ya ampun, tuh anak pasti udah lupa sama gua" greamku untuk Rafi

"dia siapa? kekasihmu?" tanya gadis itu dengan lembut.
dia kemudian duduk di bangku sebelah ranjangku sambil membawa sesuatu.

"bukan.. dia itu cowok!" aku memberitahunya dengan keras membuat ia merunduk.

"eh maaf aku terlalu keras ya?" dia menggelengkan kepala sambilmenunduk.

"ini, aku bawa untukmu, maaf aku hanya bisa membelikanmu segini" gadis itu memberiku bawaannya yang ternyata adalah sebuah roti yang cukup besar dan berisi cokelat.

aku langsung dengan kalap memakannya, tidak berterimakasih dahulu kepada gadis ini, tapi saat aku memakan habis roti ini aku sempat memandang gaids itu, dia tersenyum tipis ke arahku.

"aku pergi latihan dulu" ucapnya sambil mengarah ke pintu.
aku sedikit tersendak.

"minumnya mana nih?"
dia menunjuk dispenser yang berisi galon dengan air penuh.

"mhehehe, oh ia ini yang bayar tagihan rumah sakit gimana?" 
dia kembali berjalan ke arahku, dia berhenti di depan ranjangku.

"di rumah sakit ini jika bukan orang sini di gratiskan selama orang itu pengangguran,tidak punya saudara dan orang yang sangat membutuhkan sepertimu,sekarang jangan risaukan biayanya lagi ya!" ucap gadis itu dengan lembut dan terkesan manis.

"oh, ok.. eh thanks ya untuk rotinya dan kamu udah antar aku kemari" 
dia hanya tersenyum manis dan pergi menutup pintu.

setelah kepergiannya aku kembali membaringkan tubuhku,sambil membayangkan dia.

"siapa dia? mengapa dia sangat baik kepadaku?" baru saja aku berfikir seperti itu tiba tiba dia kembali lagi.

"eh maaf, tas ku tertinggal di kursi" dia mengambil tas punggungnya.
wajahnya terlihat memerah dari sebelumnya dan dia langsung pergi lagi.

"dasar" ocehku.

sudah 1 jam lebih gadis itu meinggalkan aku sendirian di sini, aku merasa tak nyaman dan akhirnya aku putuskan untuk cek out dari kamar, aku berjalan keluar kamar dengan masih menggunakan baju pasien, dan saat aku cek out kata pelayan baju ini untukku saja, dari pada aku tak memakai baju aku terima saja dan tak lupa aku ucapkan terimakasih untuk semua yang sudah merawatku selama aku pingsan.

aku keluar dari rumah sakit dan berjalan menelusuri pinggiran sungai di sore hari,aku kembali melihat gadis berkacamata itu sedang bermain basket seorang diri,perlahan aku berhenti dan duduk di tepi jalan sambil memperhatikan dia seorang diri.

'kemana teman temannya? apa dia payah dalam olah raga itu? atau dia memang suka menyendiri? oh ia, apa dia tau aku seorang tahanan yang kabur? aku harap tidak' tak kusangka bibirku melebar sendiri melihat aksinya yang lugu itu, dia bermain basket menggunakan kaca matanya dan masih menggunakan seragam sekolahnya.

kemudian berhenti dan melihat ke arahku, aku palingkan wajahku dan dia malah kabur,aku mengikutinya dari belakang dia malah semakin cepat, ya sudah aku kalah cepat jadi aku biarkan saja dia pergi.

memikirkan dimana gadis itu tinggal aku berasa ada yang aneh dalam diriku, tapi aku sendiri tak tau apa itu.Malamnya aku tidur di emperan toko dan banyak kejadian konyol sebelum aku tidur, ada segerombolan pemabuk yang beradu argument bahkan ada yang sampai memalak gelandangan lainnya, tak jarang di depanku sendiri terjadi tindak penikaman, aku mulai resah dengan itu, aku mulai memindahkan posisi tuuhku ke dalam bayangan agar aku tak terlihat oleh mereka, mau tak mau aku berada di samping tempat sampah besar di sebelah tiang listrik.

Esok harinya seperti biasa, aku jalan jalan di kota, mataku masih mengantuk, aku mendekatkan diri ke washtafle di taman untuk membersihkan wajahku dan sedikit menenggak airnya, aku rasa tenagaku sedikit pulih, aku kembali berjalan menelusuri kota apa ini sebenarnya, aku lihat di setiap tiang listrik hanya terpampang tournamen bola basket antar pelajar SMU setempat yang di katakan pertandingan rival big match.

'omong kosong' pikirku.

baru jalan beberapa langkah tiba tiba seorang gadis menabrak bahu kiriku.

"woi bazeng kalo jalan yang bener dong!" bentakku

"eh maaf, aku gak sengaja" ternyata gadis itu lagi.

aku langsung turun ke arahnya karena dia terjatuh.

"ini bukumu" aku memberikan bukunya yang jatuh.

"eh, em makasih ya!" dia langsung berdiri dan langsung pergi dariku.

"he? masih jaman sekolah?" aku bertanya pada diriku sendiri.

siangnya aku mulai kelaparan dan untungnya aku menemukan pasar yang tak jauh dari tempatku tadi, jadi aku bisa sedikit mencuri makanan untuk diriku sendiri.

aku melihat toko roti dan aku mulai memasukinnya seakan aku ingin membelinya, keadaan di dalam cukup ramai dan aroma roti mulai membuatku khilaf, aku lirik lirik dulu sebelum aku melancarkan aksiku.
'1,2,3 Hap!' aku berhasil mengambil 1 roti yang ukurannya tidak terlalu besar sehingga tidak membuatku ketahuan.

di jalan aku menghabiskan roti curianku dengan cepat agar tidak ada yang mengetahuinya. spot favoritku di kota yang baru aku jamah ini adalah di pinggir sungai, karena di sinilah aku berasal awalnya dan mungkin dengan melihat air sungai yang mengalir pikiran negativkupun akan ikut terbawa oelh aliran air itu, terkadang aku berfikir aku harus menjadi lebih baik dan tidak melakukan pembunuhan lagi.

selagi aku enak enaknya memandangi air sungai datanglah gadis itu,lagi, dia mengenakan pakaian yang tidak seperti kemarin kali ini, dia menggunakan sepatu olah raga dan mungkin itu kaos olahraga di sekolahnya, kaos putih dengan celana pendek berwarna merah dengan 2 strip vertikal berwarna putih di kedua sisi celananya.

dia kembali bermain basket sendirian,tidak kali ini dia hanya fokus untuk memasukan bolanya ke ring saja, dengan ini aku punya alasan untuk mendekat padanya.

dia terlalu fokus dengan bola dan ring basketnya aku tahu dia jarang memasukannya, kemudian aku sentuh bahu kanannya.

"hai" aku sapa dirinya.

"aaaa-" dia terkejut dan menjatuhka bolanya.

"eh kok kaget, ini bolamu" aku memberikan bola miliknya, wajahnya memerah dan berbalik dariku.

"eh kamu kenapa?" lanjutku

"enggak, aku gak kenapa kenapa, kamu kok ada di sini sih?" tanyanya dengan memalu.

"oh, jadi aku berawal-" aku menahan ucapanku yang akan membuatnya khawatir jika aku seorang pelarian lapas.

"apa?" dia penasan

"ia, jadi aku berawal suka di tempat ini, aku sangat suka memandangi arus sungainya"

"tapi kamukan bukan orang sini, aku hafal dengan orang orang di sini karena di kota kecil ini hanya sedikit penduduknya"

"hee!? hmm.. sudah kuduga, hey berbaliklah aku tak suka dengan obrolan macam ini" pintaku agar dia menghadap ke arahku, tapi dia menolaknya.

"kamu mengganggu latihanku!" dia membentakku tiba tiba

aku terkejut mendengarnya aku menaruh bola basketnya di samping dia, perlahan aku berjalan meninggalkannya.

'aku hanya penasaran sama dia, tapi kenapa dia marah begitu?' itu perkataan yang selalu aku pikirkan setelah kejadian itu.

aku mulai tak memikirkan dia lagi. hari mulai gelap dan seperti biasa aku tidur di balik bayangan lagi agar aku terhindar dari para pemabuk,namun malam itu berbeda.

aku sudah menemukan spot yang cocok untuk aku tidur malam ini namun seorang pemabuk mendatangiku dengan botol bir yang masih ia genggam.

"hey bocah ngapain lu di sini,di usir ya?"
aku mengabaikan ucapannya.

"hey! aku bicara padamu!" pemabuk itu memecahkan botolnya dan lalu mulai menyerangku.

"lu kalo mau jadi jagoan jangan di sini bocah, anak kayak lu gak pantes idup gelandangan di sini" ucapannya sambil terus mengayunkan pecahan botolnya itu ke arahku.

"mungkin kau benar untuk ucapanmu sebagai seorang pemabuk" aku mengatakan itu dengan sedikit nada melemah.

"tapi kau tak pantas hidup!" dia mencoba menikamku dari belakang.

dengan gerakan reflek aku berhasil mengambil pecahan botolnya dan membaliknya, jadi aku yang menusuknya dengan pecahan botol miliknya sendiri, aku tusukan semakin kedalam, dari mulutnya tercium bau alkohol dan darah segar mulai mengalik dari luka dan mulunya.

"aku tau aku tak pantas hidup menjadi gelandangan, tapi aku punya alasan sendiri untuk hidup, aku harus bisa melindungi dia dari orang orang sepertimu" aku bisikan kalimat itu sebelum dia benar benar tewas di tanganku.

tak tinggal diam, aku merogoh kamntong celananya dan mengambil dompetnya, lumayan dompetnya berisi cukup banyak uang, aku kubur kartu namanya di dekat tubuhnya dan aku kembali mencari bayangan yang cukup untuk aku tidur.

==================+===================+==========

Aku terbangun akibat gonggongan anjing dan suara sirene polisi yang memnganggu, tunggu, polisi? aku harus cepat cepat pergi dari tempat ini sebelum aku kepergok.

aku langsung lari ke taman dan cuci muka seperti biasa, aku baru menyadari bahwa aku kini sudah mempunyai uang walaupun bukan hasil bersih, aku guakan itu untuk membeli sepotong roti dan membeli kemeja di pasar.

Siang harinya karena aku tidak ada siapa siapa lagi aku sempatkan diri untuk bersantap di sebuah kedai makanan dengan sisa uangku,aku menetap di kedai untuk sementara waktu.

"cuaca siang ini sungguh panas memang cocok di temani engan es lemon di kedai ini" sapa pria yang memberiku segelas es lemon yang aku pesan
"ah, ini dia pancake milikmu" dia kembali memberi pesananku.

"trimakasih" ucapku untuk orang itu.

"dulu di sini sangat ramai, tapi entah kenapa belakangan ini jadi sepi yah? huh.. bagaimana ini" keluh pelayan itu.

"umm maaf apa kau berbicara padaku?" tanyaku sambil mengunyah makananku

"tentu saja, lihat siapa lagi di sini selain kau dengan dia?" ucapnya dengan nada sedikit jengkel.

"umm aku kira kau bicara dengannya" sahut ku

kemudian pelayan itu memajukan badannya ke arahku.

"hey,jangan pernah dekati orang itu" bisiknya padaku.

"memangnya kenapa?" aku penasaran

"dia itu kalo datang kesini memesan banyak makanan"

"lalu?"

"tanpa minum seteguk pun" ucapnya datar

"kamvret ane kira beneran"

"haha, eh kali ini serius"

"apaan lagi?"

"dia kalo datang ke sini suka pesan banyak makanan, dia juga menghabisinya sendirian, itu menjadi masalah besar buat ku"

"loh apa masalhnya?" kami melakukan pembicaraan ini sambil berbisik.

"dia gak pernah bayar" dia kembali mengucapkan itu dengan nada datar

"kan, lu mah emang kamvret coeg!" aku mulai sedikit kesal.

"mehehe, makanya aku boleh minta bantuanmu tidak?"

kemudian pelayan itu mengatakan semuanya padaku dengan berbisik namun tiba tiba pria yang sedang kami omongin itu berdiri dari tempatnya, sejenak melirik kami dengan keji dan keluar sambil menggebrak pintu, percakapan kami tertunda saat itu.

setelah orang itu benar benar sudah keluar dia kembali melanjutkan ceritanya, ternyata dia butuh bantuan untuk menjadi pekerjana, dia juga ternyata pemilik kedai makanan ini, namanya adalah Andika namun dia lebih sering di panggil MR.DAS itu ungkapnya dalam percakapan kami, karena dia membutuhkan pegawai dan aku sendiri tidak bekerja dan tidak punya uang untuk keseharianku di tambah lagi tidak ada siapa siapa di kota ini aku putuskan aku menerima tawarannya, ku lihat dia sangat menyukaiku, bukan sebagai kekasih tapi sebagai pegawai barunya.

hari ini aku mulai bekerja hingga jam 3 sore, MR.DAS mengizinkan aku untuk keluar kedai dan aku sempatkan untuk jalan jalan di tempat biasa, pinggir sungai.

aku kembali melihat gadis itu sedang berlatih basket sendirian lagi, aku kembali mendekat padanya tak memikirkan hari hari kemarin apa yang sudah di ucapkannya.

"main sendirian lagi?" aku membuka percakapan

"yups" dia membalasnya dengan datar

"hoo, aku boleh ikutan?" 

"gak"

"buset jutek amat kamu hari ini"

"emang apa enaknya sih main basket sendirian terus? kan gak seru lagian apa sih enaknya main basket gak seru!" aku lanjutkan ucapanku.

dia menghentikan lemparan bolanya ke ring, dia mendekat ke arahku.

'plak!'

aku di tampar oleh dia, aku kira gadis seperti dia tidak punya tamparan sesakit ini.

"loh napa lu napar gua?!" aku menghentaknya

"kalo gak tau basket gak usah banyak omong deh!"

"wah udah gak malu lagi nih sama ane? biasanya kalo ketemu ane langsung kabur" ejekku untuknya.

dia tampak terkejut dan kembali melempar bolanya ke ring, walaupun tidak masuk dia terlihat semangat untuk terus emalkukan hal itu.

"udeh kalo kagak bisa main basket gak usah main deh" aku memanasinya

dia menekan erat bolanya dan melemparkannya padaku.

"nih! tunjukin kalo kamu lebih hebat dari aku!" 

"oh ok! masa aku kalah sama anak berkacamata seperti kamu! lihat ini, hiyaaa" 

'dbuk! plung!'

"yah bolanya nyebur" ucapku dengan datar

"huuu.. pokoknya ambil bolanya! " dia menyuruhku untuk mengambil bolanya wajahnya saat itu sungguh menggemaskan.

"iye iye ini juga mau ngambil, eh ada kayu gak untuk bisa nyentuhnya?" ucapku agar ia mengambil sesuatu yang panjang.

"gak ada" cetusnya

"ah ya udah mau gimana lagi" aku mencoba meraihnya dengan tanan kiriku dan hasilnya aku malah tercebur ke sungai, saat aku ingin memberikannya dia sudah tak ada di situ.

"malah pergi"
mau tak mau aku kembali ke kedai dengan membawa bola itu.

"kau suka bermain basket ya!" ucap MR.DAS

"eh enggak... ini tadi ada anak cewe minta tolong ambilin bolanya aja yang kecebur di sungai terus aku ambilin eh pas aku mau kasihin bola ini dia udah gak ada" aku menjelaskan kepada MRS.DAS

"awas, jangan jangan jodoh tuh" dia menyindirku

"what the fak! jodoh? apa itu?!" aku mengatakan itu karena aku sangat tidak menyukai yang namanya jodoh jodohan.

aku membalas ucapannya hanya dengan lambaian tangan saja.

"eh ia, lu mandi gih, bau noh ntar pelanggan gua pada kabur"

"eh, makasih tuan!" aku membungkukan badanku

"iye itu kamar mandi ada di belakang sebelah kanan" dia memberi petunjuk

"trimakasih tuan, trimakasih"

"iye udah cepet sono mandi"

akhirnya aku bisa mandi juga setelah sekian lama tak mandi, ternyata di kamarmandi ini ini semuanya lengkap, handuknyapun sudah di sediakan.
tak hanya mandi MR.DASpun mengizinkan aku untuk menetap sementara di kedai ini dengan syarat aku harus menjaganya agar tidak kebobolan penjahat, aku pun meng'ia' kan ucapan MR.DAS
malam ini aku tidka tidur di dalam bayangan lagi, kali ini di tempat yang cukup nyaman dan hangat,setelah pelanggan terkahir pergi aku mencuci piring terlebih dahulu dan MR.DAS izin untuk pulang ke rumahnya, dan setelah selesai mencuci semua piring kotor aku menutup kedai dan bersiap untuk tidur.

============+=====================+==============

Pagi harinya aku di bangunkan oleh jam ding-dong besar di kedai, jam menunjukan pukul 7 pagi dan kedai buka pukul 9 pagi, masih ada persiapan buatku untuk bersiap siap, aku mandi lalu membuka pintu kedai dan membalik kata 'close' menjadi 'open' .

Saat itu keadaan mendung dan angin berhembus cukup kencang di luar, aku mengelap beberapa gelas kaca dengan serbet.

'kling' pintu terbuka, aku kira pelanggan ternyata mr.das yang tampilannya agak berantakan.

"Di luar anginnya sungguh kencang, percuma aku nyisir" keluhnya
"haha sabar pak, namanya juga angin, kalo lewat ya asal aja" candaku
"kamu ini, bisa saja-"
"gimana udah ada pelanggan?" lanjutnya
"belum nih, baru aja buka" 
"oh, maklumlah apa lagi hari ini angin di luar sangat kencang"

'prak!' pot yang menggantung di luar kedai jatuh akibat terpaan angin yang sangat kencang.

"biar aku yang memperbaikinya" aku langsung berlari keluar.

ternyata keadaan di luar sangat berangin, anginnya dapat membuat atap atap rumah terbang dan beberapa pot di pinggir jalan jatuh, aku langsung membawa pot bunga yang copot itu ke dalam.

"gantunganya patah, gak bisa di sambung lagi nih beh" terangku
"ya udeh, taruh aja di meja, sukur sukur pelanggan jadi suka" keluh mr.das
aku menuruti perkataannya itu.

Dalam keadaan seperti ini mr.das memberiku sebuah cerita tentang kedai ii dan beberapa pegawainya dan juga orang yang kemarin di katakan oleh mr.das .

waktu terus berlalu dan angin masih terus bertiup dengan kencangnya di luar, bel di pintu toko-toko tetangga pun saling bersautan akibat kencangnya tiupan angin.

tepat pukul 3 sore datanglah seseorang dengan mantel merah mudanya kedalam kedai, dia menutup hampir sebagian mukanya kecuali matanya, tunggu dia adalah gadis yang kemarin, aku punya kesempatan untuk mendekati dia, aku menambil buku pesandan dan sebuah pulpen untuk mencatat pesanannya.

"ekhmm maaf mau pesan apa?" 

"seperti biasa-" ucapnya 
"eh tunggu kamu kan.." lanjutnya

"mhehe ia sekarang aku berkerja di sini, dari pada jalan jalan sendirian gak jelas kebetulan mr.das juga menawari aku bekerja di sini jadi ya sudahlah aku terima, lagi pula aku ada hutang kepadanya" sedikit ceritaku

"oh.." dia balas ceritaku dengan singkat.

"woi,Riz dia pesan apa?!" mr.das menahan ucapannya.
"eh Ci Ilen, biasa ci?"

Gadis ini memalingkan wajahnya ke mr.das dan hanya tersenyum manis saja

 "ok siap" raut wajah mr.das berubah 180 derajat saat lihat gadis ini.

jadi namanya Ci Ilen?

"oh.. jadi namamu Ci Ilen toh?"  aku masih menannyakan tentang namanya.

"gak usah pake Ci, namaku Ilen Neptune, panggil aja Ilen" dia memperkenalkan dirinya.

"oh, ehm aku Fariz" aku mengulurkan tangan kananku untuk berjabat tangan dengannya.

"heee malah ngobrol, ini bawain untuk dia!" mr.das menyuruhku membawakan pesanan Ilen.

aku menambilkannya dan kembali ke meja Ilen.

"ini pesanannya" aku memberikannya sambil tersenyum, diapun menerimanya dengan sebuah senyuman manis di bibirnya.

aku menaruh semua pesanannya di mejanya, kemudian aku teringat sesuatu akan dirinya.

"eh ia, aku akan mengambilkan sesuatu untuk mu" aku kembali ke belakang untuk menambil bola basket miliknya yang ia tinggal kemarin di lapangan.

tak lama aku kembali untuk Ilen, saat aku kembali dia sudah melepas mantelnya, dia mengenakan kaos hitam dengan sedikit tulisan warna putih di depannya.

"Len, ini bolanya" aku mengembalikan bola miliknya.

"oh eh ia, makasih ya, maaf udah ninggalin kamu kemarin, aku di telfon papah karena ada kepentingan mendadak, jadi maaf yah kemarin kamu aku tinggal" 

Dia meminta maaf dengan lucunya. 
dengan raut wajahnya yang lucu dengan kacamata yang cukup besar dan bibir tipisnya yang berwarna merah aku tak tahan lagi dengan tatapan itu, aku memalingkan wajahku darinya.

"eh ia gak apa, emangnya ada apa sih?" aku penasaran dengan kisahnya.

"ekhm.." tiba tiba mr/das merusak susasana kami.

"oh jadi itu bolah milik kamu len? kemarin Fariz bawa itu bola trus dia cuci sendiri, mainin sendiri ngobrol sama itu bola sendiri, pokoknya kayak orang gila lah, pake sayang sayangan lagi ngomongnya" celetuk mr.das yang berlebihan.

"beneran tuh?" Ilen menatapku dengan tatapan yang sangat ingin membuatku mimisan.

"eh enggak kok..engg-" aku susah mengatakannya

"udah Riz, jagan bo'ong kamu, ngaku aja"  sambung mr.das

"cie cie.. itu mukanya merah loh kakak.." tiba tiba Ilen menunjuku dengan candaannya

"ya sudah kalau begitu aku tinggal sebentar ya" mr.das meminta izin untuk meninggalkan kami

"eh tapi.." aku menahannya untuk tidak pergi, tapi mr.das pergi duluan ke belakang.

"loh kak, kok hidungnya berdarah sih? sini aku usapin" dia mengambil tisu di meja dan mendekatiku perlahan.

'maaaakkk ane kagak kuat mak, baru kali ini ane ngerasain perasaan ini' dala hati ku berteriak.

"kak itu tambah banyak darahnya yang keluar" mimik wajahnya berubah menjadi ngeri.

akhirya aku mengambil tisu sendiri dan menyumpalkannya di hidungku.

"kakak gak kenapa kan?" dia tampak khawatir.

"eh enggak gak apa kok, oh ia, kenapa sih kamu suka main basket sendiri? teman teman kamu kemana? emang seberapa suka sih kamu masa basket?" aku mengungkapkan rasa penasarku yang sangat besar kepadanya

Dia mulai menceritakan kemana teman temannya dan alasan mengapa dia menyukai olahraga basket, ternyata teman temannya menganggapnya lemah dan cupu, tidak bisa apa apa, dalam semua bidang dia hanya gadis biasa yang hanya memakai kacamata, orang tuanya super sibuk dengan perkerjaannya saudara-saudarinya jauh dari kota ini jadi pantas saja dia bersikap seperti ini, dan ternyata dia masuk club basket bernama AWAY dan walaupun dia berada dalam posisi pemain cadangan dia sangat giat berlatih basket meski dia hanya sendirian tanpa teamnya, jujur ane salut sama dia walaupun dia gadis biasa tapi ada sesuatu yang luat biasa di dalam tubuhnya, dia punya semangat bagaikan api yang membara, aku jadi ingin melindunginya dari siapapun yang mengganggunya.

'krrriiingg... krriiingg'
dering Handphone Ilen, dia langsung mengangkat panggilannnya ternyata dia suruh pulang oleh papahnya karena hari sudah hampir malam, tak terasa dia kami berceria sudah lebih dari 2 jam, di karenakan kedai hari ini sepi jadi aku bisa mendengarkan ceritanya.

"mau aku antar pulang?" ajakku.

"tapi nanti kedainya gimana?" Ilen mencemaskan kedai MrDAS ini.

"tenang Ci, ane udah balik kok!" sontak Mr.DAS datang dari balik pintu belakang.

"udeh Riz, sono anterin dia, kasian tuh butuh perlindungan dari lu, haha" 

"Mr..." aku ngekode dia agar tidak bersikap seperi itu.

Ilen mengenakan mantelnya dan pergi keluar sendirian,cuaca di luar sudah tidak seperti tadi siang,ak langsung keluar menyusul Ilen dan mengabaikan Mr.das.

"Len, aku temenin ya!" 

dia tersenyum untukku sambil berjalan,dia memberitahuku bahwa pertandingannya besok siang setelah jadwal sekolah selesai, aku di beri 1 tiket VIP untuk melihat pertandinganya besok, aku kira rumahnya jauh dari kedai agar aku bisa banyak waktu dengannya ternyata hanya beberapa blok saja ya sudahlah mau bagaimana lagi, ternyata Rumahnya cukup besar dengan anak tangga di depan rumahnya, gerbangnya terbuat dari besi yang di susuh secara vertikal sehingga sangat kontras dengan rumahnya.

"Riz, makasih ya udah temenin aku pulang, oh ia, janji datang ya besok, walaupu aku cuma jadi cadangan aku akan berusaha yang terbaik untuk timku!" ucapnya girang.

"sip len, semangat ya besok! jaga kesehatan jangan terlalu semangat nanti kecapean trus sakit deh, aku gak mau kamu sakit!" balasku 

'bakaaaaaa lu ngomong apaan barusan?!?!?!' teriak ku dalam hati

Ilen masuk rumah sembari tersenyum ke arahku, itu yang membuat malam ini terasa hangat meskipun sedikit berangi, akhirnya aku kembal ke kedai dan seperti biasa, bagianku mengurus kedai tiap malam, dan kali ini rasanya berbeda, ya! karena besok ada sesuatu yang harus aku hadiri yang mungkin itu sesuatu yang istimewa untukku, wait, untuk ku? haha tidak tidak, aku mulai tertidur di tempat istirahat khusus pegawai kedai mala itu dan malam itu terasa berbeda dari biasanya.

0 Response to "Who Me (part 4)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel